Masa lalu di LSIA
Bukan.... ini bukan resensi buku Negeri 5 Menara atau pun ingin menceritakan isi cerita di dalamnya. Tapi cerita di buku ini mengingatkan saya pada beberapa waktu silam.
Saya pernah mengalami seperti apa yang dialami Alif fikri , tokoh utama dalam N5M, meski tak sama persis :)
Kira-kira sekitar tahun 2003 atau 2004 - maklum memory saya terbatas :p - saya mengikuti program LSIA (Lembaga Study Islam & Arab) di Cibinong-Bogor. Dengan modal seadanya, saya mengikuti ujian tulis dan lisan dengan berbahasa Arab. Wahh,, gak kebayang waktu itu, karena memang belum bisa..!! Yang saya ingat dan yang saya bisa jawab hanya pertanyaan, Mas muki..? (siapa nama mu..?), Aina taskun..? (dimana tinggal mu..?)...selebihnya saya jawab
dengan berbahasa Indonesia :D Sang Ustadz hanya manggut-manggut dan mesem-mesem saja. 'Sepertinya tak ada kesempatan buat saya..' bisik hati saya :(
Tapi Allah mengizinkan saya menuntut ilmu di sana. Tanpa biaya, semua buku tersedia gratis, disediakan sakan (asrama) bagi yang mau tinggal di sana, plus uang saku tiap bulannya... bukan lumayan lagi, bukan..??
Dengan teman-teman beragam usia, asal daerah dan pendidikan menambah warna dalam kelas kami. Di sini kami diharuskan berbahasa Arab, jika tertangkap berbahasa Indonesia, maka akan ada iqob (sanksi)nya sesuai kesepakatan kelas masing-masing. Kadang saya memilih diam jika tak tau mesti mengucap apa, walau saya kadang mengerti maksud percakapan mereka. Karena sebagian dari mereka sudah lancar berbahasa Arab. Dan saya lah yang paling terbelakang. Ibaratnya mereka menaiki kereta api, sedangkan saya menumpangi becak yang sedang melewati jalan yang menanjak...butuh perjuangan.!!
Man Jadda wa Jada
Sebagaimana di kisahkan bahwa pentingnya menanamkan sebuah prinsip 'man jadda wa jada' - siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan sukses.
Di sini lah letak kerapuhan saya, bagaimana rasa keputusasaan lebih besar daripada semangat yang timbul. Sepertinya etos juang saya waktu itu memang sangat-sangat kurang..., apalagi ditambah beberapa kawan saya yang lebih dulu memilih mundur sebelum pendidikan selesai, menambah keinginan saya untuk ikut hengkang dari sana... tapi saya mencoba tetap bertahan. Bertahan untuk tetap hadir dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan para Ustadzah.
Alhamdulillah, ada peningkatan meski sedikit :)
Kira-kira dua bulan menjelang akhir pendidikan (hanya 1 tahun), saya memilih kalah...dengan alasan, yang seharusnya bukan jadi alasan, saya sedang mengandung anak pertama kami..
Shahibul Menara mengingatkan saya pada kawan-kawan lama saya, dimanakah mereka sekarang..? Apalagi mendengar salah satu kawan saya berhasil mendapatkan beasiswa tuk kuliah di Mesir..senang rasanya, karena itu memang yang ia impikan.
'Jangan pernah takut bermimpi, dengan tekad yang kuat dan kesabaran Insya Allah mimpi bisa menjadi kenyataan'
Man Shabaro Zhafira....
Jika saja waktu dapat berputar kembali. Ingin rasanya saya punya semangat dan kemauan seperti para Shahibul Menara itu. Tapi ahhh, yang lalu telah lewat dan menjadi ibroh agar bisa lebih baik di kemudian hari.
Semoga...
Saya pernah mengalami seperti apa yang dialami Alif fikri , tokoh utama dalam N5M, meski tak sama persis :)
Kira-kira sekitar tahun 2003 atau 2004 - maklum memory saya terbatas :p - saya mengikuti program LSIA (Lembaga Study Islam & Arab) di Cibinong-Bogor. Dengan modal seadanya, saya mengikuti ujian tulis dan lisan dengan berbahasa Arab. Wahh,, gak kebayang waktu itu, karena memang belum bisa..!! Yang saya ingat dan yang saya bisa jawab hanya pertanyaan, Mas muki..? (siapa nama mu..?), Aina taskun..? (dimana tinggal mu..?)...selebihnya saya jawab
dengan berbahasa Indonesia :D Sang Ustadz hanya manggut-manggut dan mesem-mesem saja. 'Sepertinya tak ada kesempatan buat saya..' bisik hati saya :(
Tapi Allah mengizinkan saya menuntut ilmu di sana. Tanpa biaya, semua buku tersedia gratis, disediakan sakan (asrama) bagi yang mau tinggal di sana, plus uang saku tiap bulannya... bukan lumayan lagi, bukan..??
Saat itu saya sudah menikah, dan belum berketurunan. Dengan diantar suami sampai UKI (Univ. Kristen Indonesia) saya melanjutkan dengan menaiki bus jurusan Cibinong, kemudian disambung lagi dengan angkot jurusan Pemda Cibinong. Waktu perjalanan kurang lebih 1,5 jam.
Mereka yang masih single lebih memilih tinggal di asrama, bersama para Ustadzah, sehingga memungkinkan mereka belajar lebih banyak dalam hal berbahasa Arab. Dan memang, kemajuan mereka sangat pesat.
Dengan teman-teman beragam usia, asal daerah dan pendidikan menambah warna dalam kelas kami. Di sini kami diharuskan berbahasa Arab, jika tertangkap berbahasa Indonesia, maka akan ada iqob (sanksi)nya sesuai kesepakatan kelas masing-masing. Kadang saya memilih diam jika tak tau mesti mengucap apa, walau saya kadang mengerti maksud percakapan mereka. Karena sebagian dari mereka sudah lancar berbahasa Arab. Dan saya lah yang paling terbelakang. Ibaratnya mereka menaiki kereta api, sedangkan saya menumpangi becak yang sedang melewati jalan yang menanjak...butuh perjuangan.!!
Man Jadda wa Jada
Sebagaimana di kisahkan bahwa pentingnya menanamkan sebuah prinsip 'man jadda wa jada' - siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan sukses.
Di sini lah letak kerapuhan saya, bagaimana rasa keputusasaan lebih besar daripada semangat yang timbul. Sepertinya etos juang saya waktu itu memang sangat-sangat kurang..., apalagi ditambah beberapa kawan saya yang lebih dulu memilih mundur sebelum pendidikan selesai, menambah keinginan saya untuk ikut hengkang dari sana... tapi saya mencoba tetap bertahan. Bertahan untuk tetap hadir dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan para Ustadzah.
Alhamdulillah, ada peningkatan meski sedikit :)
Kira-kira dua bulan menjelang akhir pendidikan (hanya 1 tahun), saya memilih kalah...dengan alasan, yang seharusnya bukan jadi alasan, saya sedang mengandung anak pertama kami..
Shahibul Menara mengingatkan saya pada kawan-kawan lama saya, dimanakah mereka sekarang..? Apalagi mendengar salah satu kawan saya berhasil mendapatkan beasiswa tuk kuliah di Mesir..senang rasanya, karena itu memang yang ia impikan.
'Jangan pernah takut bermimpi, dengan tekad yang kuat dan kesabaran Insya Allah mimpi bisa menjadi kenyataan'
Man Shabaro Zhafira....
Jika saja waktu dapat berputar kembali. Ingin rasanya saya punya semangat dan kemauan seperti para Shahibul Menara itu. Tapi ahhh, yang lalu telah lewat dan menjadi ibroh agar bisa lebih baik di kemudian hari.
Semoga...
bu fry,ada tk atau pendidikan anak yg diasuh dari pengajar atau lulusan lsia d dekat pemda cibinong?
ReplyDeleteSayangnya setelah keluar dari LSIA, saya tidak mengikuti perkembangannya ..
ReplyDelete